PENCELUPAN KAIN POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN

PENCELUPAN KAIN POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN

I.                   MAKSUD dan TUJUAN

1.1     Maksud

Mencelup kain poliamida dengan zat warna reaktif dingin.

1.2     Tujuan
-   Mengetahui dan memahami proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna reaktif dingin.
-   Mengetahui fungsi zat yang digunakan pada proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna reaktif dingin.
-   Dapat mengetahui pengaruh variasi zat dan kondisi proses pencelupan terhadap ketuaan dan kerataan kain hasil pencelupan.
II.                TEORI DASAR
2.1     Serat Poliamida
Serat poliamida dibuat dari kondensasi asam dikarboksilat dan amina.

 
 
Pembuatan nilon diawali dengan pembuatan bahan baku yaitu asam adipat dan heksa metilena diamina. Asam adipat dibuat dari fenol melalui pembentukan sikloheksanol dan sikloheksanon. Sedangkan heksa metilena diamina dibuat dari asam adipat dengan melalui pembentukan amida dan nitril. Setelah bahan baku diperoleh maka dilakukan pembuatan polimer yang didahului dengan pembuatan daram nilon, polimerisasi dan penyetopan panjang rantai. Pada pembuatan garam nilon asam adipat dan heksa metilena diamina dilarutkan dalam metanol secara terpisahdan setelah dicampurkan akan terbentuk endapan heksametilena diamonium adipat (garam nilon). Pada pemintalan nilon kehalusan filamen tidak bergantung pada diameter lubang spineret, tetapi bergantung pada sifat polimer, kecepatan penyemprotan polimer melalui spinneret dan kecepatan penggulungan filament.
Untuk mendapatkan derajat orientasi tinggi, filamen yang terbentuk ditarik dalam keadaan dingin. Panjangnya kira-kira menjadi empat atau lima kali panjang semula.

Serat nylon adalah serat yang terdiri dari pengulangan gugus amida. Sifat dan karakteristik poliester dan poliamida merupakan serat buatan yang akan meleleh  pada suhu tinggi 2000C-2500C. Serat tersebut melunak kemudian meleleh dinamakan Transisi Gelas (perubahan sifat serat dari melunak karena meleleh).  Pengerjaan panas yang tinggi dapat  menyebabkan  serat  menjadi rusak, begitu pun dengan poliamida (nylon). Tetapi sifat meleleh dari poliamida lebih rendah dibandingkan dengan poliester.Poliamida dapat meleleh dengan suhu 1500C. Pemberian nama kepada salah satu jenis poliamida adalah berdasarkan pada jumlah atom karbon pada diamina, asam dikarboksilat dan asam aminonya.
Sifat – sifat fisika poliamida sebagai berikut :
ö  Morfologi
       Penampang melintang hampir bulat (tergantung) dari bentuk lubang spinneret dan penarikan dingin sedangkan penampang membujur seperti silinder.
ö  Moisture Regain
       Moisture regain poliamida pada kondisi standar ( RH 65% dan suhu 21oC ) adalah 4,2 %.
ö  Kekuatan dan mulur
       Kekuatan mulur poliamida bergantung pada jenisnya ± 8,8 g/dinier dan 28 % - 43 g/denier dan 45 %. Kekuatan basah sekitar 80 – 90 % dari kekuatan kering.
ö  Elastisitas
       Jika mulur tinngi (22%) maka elastisitas naik. Penarikan 8 % elastisitas poliamida masih 100 %, penarikan 16 % elastisitas poliamida 91 %.
ö  Titik leleh
       Poliamida meleleh pada suhu 263oC dalam atmosfer nitrogen. Sedangkan diudara meleleh pada suhu 250oC. Penyetrikaan pada suhu 180oC lengket dan lebih dari 230oC poliamida akan rusak. Pemanasan diudara pada suhu 150oC selama 5 jam menjadikan poliamida kekuningan, tetapi masih lebih baik dibandingkan wol dan sutera yang dibakar akan meleleh.
ö  Berat jenis
       Berat jenis poliamida adalah 1,14
ö  Mengkeret
       Poliamida akan mengkeet dalam keadaan basah. Panjang serat poliamida dalam keadaan basah 5 % lebih kecil dibandingkan keadaan keringnya.
Sifat – sifat kimia poliamida sebagai berikut :
ö  Tahan terhadap asam – asam encer, dengan HCl pekat mendidih beberapa jam akan menjadi asam adipat dan heksa metilena diamonium hidroklorida.
ö  Tidak terpengaruh alkali. Poliamida dengan NaOH 10 % pada suhu 85oC selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan poliamida sebanyak 5 %.
ö  Untuk melarutkan poliamida dipakai pelarut : asam foriat, kresol, fenol, H2SO4 pekat.
Adapun sifat – sifat lain dari poliamida adalah :
ö Sifat biologis
Serat poliamida tahan jamur, bakteri dan serangga
ö Pengaruh sinar
Poliamida terdegradasi oleh pengaruh sinar tetapi masih lebih baik dibandingkan sutera. Dalam penyinaran selama lebih dari 16 minggu, sutera berkurang kekuatannya sebanyak 85 % sedangkan poliamida hanya 23 %.
ö Sifat listrik
Poliamida merupaan isolator yang baik dan menimbulkan litrik statik.
Contoh – contoh poliamida :
Nylon 6 dibuat dari kaprolaktam
Nylon 610 dibuat dari asam sebasat dan heksa metilena diamina
Nylon 11 dibuat dari minyak jarak
2.2    Zat warna reaktif
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat sehingga zat warna tersebut merupakan bagian daripada serat. Oleh karena itu hasil celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang baik. Demikian pula karena berat molekul zat warna reaktif kecil maka kilaunya akan lebih baik dari zat warna direk.
Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
·      Golongan I
Zat warna reaktif yang mengadakan reaksi substitusi dengan serat dan membentuk ikatan pseudo ester. Misalnya zat warna Procion, Cibacron, dll.
·      Golongan II
Zat warna reaktif dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan membentuk ikatan eter. Misalnya zat warna Remazol, Remalan, dll.
Menurut cara pemakaiannya, zat warna reaktif dapat pula dibagi menjadi :
- Pemakaian secara dingin yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi.
- Pemakaian secara panas yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah
Pada umumnya struktur zat warna reaktif yang larut dalam air mempunyai bagian-bagian dengan fungsi-fungsi tertentu 

 
-         Gugus pelarut misalnya gugusNatrium Sulfonat
-          Kromofor misalnya gugus antrakuinon
-          Gugusan penghubung antara kromofor dan sistem reaktif misalnya Amina
-          Gugusan rekatif misalnya klor
-          Sistem reaktif misalnya  Triazin

Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul yang kecil agar daya serap terhadap serat tidak besar sehingga zat-zat  warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian dari zat warna dan mudah lepas sehingga bagian berwarna mudah bereaksi dengan serat. Pada umumnya agar reaksi berjalan dengan baik maka diperlukan alkali dan elektrolit.
Ada 4 cara yang digunakan pada pencelupan dengan zat warna reaktif panas yaitu
1. Cara Standar
Pada cara ini reaksi fiksasi dan reaksi hidrolisis yang mana kedua reaksi ini dipengaruhi oleh kereaktifan zat warna, suhu, dan pH.
2. Cara Pemasukan Garam dan Alkali bertahap
Pada cara ini pemasukan alkali dan garam dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menghindari resiko belang dan zat warna rusak.
3. Cara Salt at Start
Pada penggunaan cara ini garam dimasukkan di awal sehingga hasil yang didapat bahan mempunyai resiko belang yang yinggi namun resiko rusaknya zat warna sangat rendah.
4. Cara All in
Pada penggunan cara ini garam dan alkali dimasukkan secara bersamaan dan pada pembuatan larutan sehingga hasil yang didapat bahan mempunyai resiko belang yang tinggi dan resiko zat warna rusak juga tinggi.
Di samping terjadi reaksi zat warna dengan serat molekul air juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan zat warna, reaksi tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur.
Reaksi ikatan zat warna reaktif dengan serat selulosa :
      D-Cl     +     Selulosa-OH                             D-O-Selulosa   + HCl
      HCl      +   NaOH                                      NaCl   +   H2O
Hidrolisa dengan air:
     D-Cl    +    H2O                     D-O-H   +   HCl
Zat Warna reaktif mengadakan reaksi dengan serat dan membentuk ikatan kovalen sehingga zat warna tersebut menjadi bagian dari serat ikatan kovalen terbentuk dari hasil reaksi antara sistem reaktif pada zat warna reaktif dengan gugus-OH,-SH.-NH2 dan NH.
Mekanisme Reaksi Zat Warna Reaktif
Dalam larutan netral zat warna mula – mula akan berdifusi masuk ke dalam struktur selulosa dimana sebagian akan teradsorpsi pada antar muka selulosa-air di dalam serat. Pada saat kesetimbangan tercapai zat warna berada dalam keadaan berdifusi masuk/keluar serat serta teradsorpsi dan terdesorpsi dari permukaan serat dengan laju yang sama. Pada kondisi larutan seperti ini konsentrasi ion hidroksil dan ion selulosa di dalam larutan sangat rendah sehingga dapat dikatakan bahwadalam hal ini proses yang terjadi hampir seluruhnya fisika.

Penambahan alkali ke dalam larutan akan menaikkan konsentrasi ion selulosat hingga suatu jumlah tertentu yang akan memungkinkan terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat, dimana ion selulosa akan menyerang atom karbon yang kekurangan electron melalui suatu mekanisme adisi atau substitusi, menghasilkan suatu ikatan kovalen antara keduanya. Ikatan kovalen yang terjadi antara molekul zat warna dengan serat dapat berupa ikatan eter atau pseudo ester, pada reaksi adisi atau reaski substitusi.

Terbentuknya senyawa – senyawa warna menyebabkan desorpsi terhenti dan mengakibatkan berkurangnya jumlah zat warna di dalam larutan di dalam serat. Perbedaan konsentrasi zat warna pada kedua fase, yaitu fase larutan dan fase serat menyebabkan zat warna berdifusi masuk ke dalam serat dan memperbesar penyerapan yang semula kecil.

Penambahan Alkali
Penambahan alkali pada proses pencelupan tersebut dapat mempercepat jalannya reaksi pencelupan. Hal ini disebabkan alkali akan mnetralkan asam yang terbentuk dari reaksi pencelupan antar serat dengan zat warna sehingga reaksi bergeser ke kanan yaitu ke arah ikatan antara serat dan zat warna.


Selain itu penambahan alkali akan mendorong terbentuknya ion selulosa. Semakin tinggi pH larutan semakin besar ion selulosa terbentuk dan semakin banyak pula muatan negatif pada permukaan serat.
III.             ALAT  DAN BAHAN
3.1 Bahan yang digunakan
v kain poliamida
v zat warna reaktif dingin Blue X 2R
v NaCl
v CH3COONa
v CH3COOH
v Na2CO3
v Teepol
3.2 Alat yang digunakan
- Mesin HT/HP dyeing
- Neraca
- Kaca pengaduk
- Gelas porselen 600 ml
- Gelas ukur 100 ml
- Pipet volume

IV.             CARA KERJA
1.    Memasukan larutan celup dan bahan ke dalam tabung sesuai dengan resep.
2.    Bahan yang telah siap, didiamkan selama 10 menit kemudian masukkan NaCl.
3.    Suhu dinaikan hingga 500-600C dan pencelupan diteruskan selama 30 menit.
4.    Setelah 30 menit, masukkan Na2CO3 kemudian masukkan kembali ke mesin HT dyeing.
5.    Kemudian suhu diturunkan sampai dengan 400C untuk dilakukan cuci panas yang dilanjutkan dengan cuci bilas.
V.                RESEP STANDAR
Resep
1
2
3
4
Zat warna reaktif dingin (ml/L)
2
CH3COOH (ml/L)
pH 4
pH 5
CH3COONa (g/L)
1
NaCl (g/L)
-
5
-
5
Na2CO3 (g/L)
-
-
1
2
Zat Pembasah (ml/L)
1
Vlot (1 : x)
1:20
Suhu (0C)
100
Waktu (menit)
30
Fungsi Zat
·      Zat warna reaktif dingin     : memberikan warna pada bahan yang akan dicelup
·      NaCl           : menambah penyerapan zat warna pada kain.
·      Zat Pembasah         : Menurunkan tegangan antar muka sehingga zat warna dapat larut secara merata dan mempercepat proses pelarutan. Dalam pencucian berfungsi untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi oleh serat.
·      Alkali          :memperbesar kelarutan zat warna dalam larutan celup dan zat anti kesadahan dalam air celupan, serta menetralkan asam-asam hasil dari reaksi yang terdapat pada larutan celup. Memfiksasi zat warna dan membentuk ikatan Kovalen.
·      CH3COOH 30 %    : mengatur pH larutan celup untuk menjaga kerusakan serat selama proses pencelupan berlangsung
·      CH3COONa : zat yang berfungsi untuk menyetabilkan pH agar warna celup yang dihasilkan lebih rata.

IX.             KESIMPULAN
-  Ketuaan warna paling baik pada kain celup resep 1 dengan nilai ketuaan warna secara visual 5.
-  Kerataan warna paling baik pada kain celup resep 3 dengan nilai ketuaan warna secara visual 4,8.
-  Penambahan NaCl tidak berpengaruh pada ketuaan warna kain hasil celup.
-  Penambahan alkali (Na2CO3) tidak berpengaruh pada tahan luntur warna terhadap pencucian.









DAFTAR PUSTAKA

·           Djuri, Rasyid. Ir., dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
·           Isminingsih, S.Teks, M.Sc.dkk. 1982. Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
·           http://ahmadrifqi01.wordpress.com/













 

Komentar

Postingan Populer